Kamis, 06 Januari 2011

Sabtu, 04 September 2010

Selancar di Kota Pahlawan

Masih seperti yang dulu pertama kali aku menginjakkan kakiku dikota surabaya. Panas dan berjejal kendaraan menjadi pemandangan yang sulit dihilangkan dari jantung kota metropolis ini, kecuali di hari lebaran saja aku melihat kelengagan jalan seperti kota tak bertuan.

Hari-hari telah aku lewati dikota ini hingga tak sadar satu demi satu kawanku meninggalkan aku yang mengakar disini. Keceriaan yang dulu ada seakan terampas oleh kejamnya waktu yang menjajah kehidupan kita. Kesendirian terpasung dalam sepi yang kosong tanpa sebuah sinar yang menerangi hari-hariku. Hanya sebuah memori yang aku punya untuk menyimpan file sejuta kenangan itu, yang terurai dikalah kesunyian dan kerinduan melanda jiwa ini.

Sejenak aku beranjak dari tempat dudukku untuk melihat hingar-bingar kota pahlawan, yang mencoba untuk meracuni masyarakat dengan budaya pop-nya. Hal itu dapat kita lihat dari sudut manapun utara berdiri Tunjungan Plaza, Delta Plaza dan THR, di selatan ada CITO, Giant, Royal Plaza dan DTC, di barat ada PTC dan timur ada Galaxi. Tempat hiduran malam dan karaoke juga menjadi sebuah rujukan yang hangat dikalah otak ini lelah untuk menerjemahkan angkah dan kata-kata. Tidak selesai disitu pesiar kita tentang kota metropolis ini, anda akan tercengang dan ingin mencicipi kalau iman anda tidak kuat ketika anda masuk gang Dolly. Sebuah pusat perbelanjaan lelaki hidung belang yang ingin menikmati selaput darah para wanita dari segala umur dan pengalaman tentang bermain diranjang.

Kemegahan kota sekan mejadikan kebisuan dalam diri masyarakat untuk berpikir, karena mereka hanya dijejali dengan budaya pop yang menjamur. Kita tahu sendiri tidak gaya kalau kita tidak meniru apa yang dikenakan oleh orang-orang barat, tapi mungkin itulah sebuah derasnya arus globalisasi yang didengung-dengungkan orang istana dan orang parlemen kita yang busuk itu.

Akan dibawah kemana generasi kita nanti kalau globalisasi dan modernisasi dimaknai hanya dari pembangunan fisik saja. Makanya kehancuran akan mendera kita dan bangsa ini yang melalukan kebohongan public dengan mengatas namakan rakyat “itulah celoteh yang sering aku dengar diwarung bogel”…..

Mesir; Menuju Pendidikan Modern Dalam Sebuah Masyarakat Revolusioner

A.      Peralihan Pendidikan

Pergulatan ini bukan hanya mencerminkan pendidikan sebagai masalah politik dalam masyarakat, tetapi juga segala kerumitan dalam mengubah sistem pendidikan yang menyimpang menjadi sistem yang sesuai dengan persyaratan modernisasi. Sejak 1952 pemerintah revolusioner berusaha menyusun kembali sistem pendidikan agar sesuai dengan tujuan ekonomi, sosial, dan politiknya. Bagaimana perbaikan dilakukan, termasuk pembenahan struktural untuk mengatasi hambatan yang ada dan membuka ikatan di antara komponen yang sampai sekarang terpisah, serta mengutamakan pelatihan ilmiah, kemahiran khusus, dan keahlian teknis. Yang juga perlu dicatat adalah ledakan perluasan peluang pendidikan bangsa arab yang telah mempersatuhkan struktur dan kurikulum sekolah mesir dengan di Negara-negara arab yang lain. Mesir sedikit banyak memiliki kesamaan tujuan dan struktur pendidikan dengan Negara-negara arab lainnya, dan mengahadapi permasalahan yang sama pula.

Dunia politik saat itu juga mempengaruhi pendidikan yang dibuktikan oleh arus perubahan pendidikan sejak tahun 1952, karena jenis-jenis perubahan yang dipakai dalam sejarah mesir beberapa dekade terakhir. Perubahan yang dilakukan dalam periode ini salah satunya mengurangi perpecahan antara sekolah dasar dan sekolah pemula, misalnya, uang sekolah dihapuskan dan lulus sekolah dasar diperbolehkan mengikuti ujian sekolah pemula. Tahun 1953 pemerintah menetapkan UU no.210 tentang sekolah pemula diumumkan secara resmi. UU no.213 tahun 1956 memperpanjang masa pendidikan sekolah dasar dari 4 tahun menjadi 6 tahun, dan memberikan kenaikan otomatis (jika siswa mengikuti 75% kelasnya), tidak seperti sebelumnya yang kenaikan melalui ujian, dan mengubah kurikulum dengan memasukkan pelajaran kesehatan, ekonomi dan sosial.

Tahap pertama ini merupaka upaya perencanaan dan dibuat sebuah rencana nasional yang terdiri dari proyek-proyek utama selama tahun 1955-1960. Dibidang pendidikan target umumnya adalah penerimaan murid sekolah pemula secara menyeluruh dalam waktu 10 tahun, pembedaan dan peningkatan kemajuan pendidikan setelah tingkat pemula dengan menekankan pada pendidikan teknik dan kejuruan, serta perbaikan mutu di bidang-bidang seperti kurikulum, pelatihan guru, dan administrasi pendidikan.

Namun, rencana ini belum dimulai sampai tahap kedua, ketika idiologi muncul dan perkembangan program sosialis secara perlahan-lahan disertai dengan penekanan pada rasionalisasi, politisasi sekolah, dan upaya untuk menghubungkan kebijakan pendidikan dengan kebutuhan pembangunan. Berbagai lembaga administratif dan koordinasi termasuk Dewan Tertinggi untuk Perencanaan Nasional dan Komisi Perencanaan Nasional dibentuk, dan tahun 1960 Institusi Perencanaan Nasional didirikan yang fungsinya sebagai lembaga penelitian dan pelatihan.

Tahap ketiga, atau “fase sosialis”, menyaksikan upaya pertama yang terpadu dan sistematis perubahan radikal, tetapi banyaknya bidang membuat permasalahan yang pada akhirnya memperlambat langkah pembangunan tahun ’50-an, terutama kegagalan dalam menciptakan partai politik yang efektif dan terpadu, menghidupkan birokrsi yang lamban, pengembangan serta menerapkan program yang dinamis untuk menggerakkan sumber-sumber yang terbatas dan memanfaatkan tenaga penduduk. Selain itu banyaknya konflik internal maupun eksternal mengakibatkan perhatian para pembuat kebijakan tidak akan terfokus pada pendidikan.

Upaya yang mempersulit perkembangan pendidikan adalah kelemahan perencanaan tahun ’50-an dan ‘60-an. Meskipun perumusan dan penerapannya lebih canggih dan lebih ahli, persiapan rencana 10 tahun ini menciptakan masalah serius bagi pengelola dan perencana pendidikan. Kesulitan paling nyata adalah kurangnya dasar statistik yang memadai. Hal ini terjadi ketika pada tahun 1960 melakukan sensus penduduk dan data ini tidak terpublikasikan selama 2 tahun. Karena kelemahan inilah yang kemudian menimbulkan data yang diperoleh tidak dapat terpublikasikan, secara tidak langsung ini membuat pemerintah tidak dapat mengidentifikasi kebutuhan tenaga kerja.

Hal ini kemudian membuat sebuah keyakinan bahwa pendidikan memerlukan proses peralihan (transformasi) penuh, tujuan rencana pendidikan 5 tahun ketiga (1970-1975) yang saat ini sedang diterapkan, pada dasarnya sama dengan rencana sebelumnya. Ini meliputi penyeragaman pendidikan pemula, perpanjangan masa wajib sekolah dari 6 tahun menjadi 9 tahun bagi semua lulusan sekolah pemula yang ingin masuk sekolah persiapan, pengembangan pendidikan kejuruan, teknik dan ilmiah, pendirian kembali pendidikan swasta, peningkatan standart dengan cara menyediakan yang lebih layak, dan pengukuhan serta perluasan program pelatihan guru sebelum dan saat bertugas.

Pada perkembangannya, upaya keras yang dilakukan agar setiap anak memperoleh pendidikan pemula mengalami peningkatan sejak dekade pertama saat itu. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi semua kekurangan ini, termasuk program untuk meningkatkan mutu guru, memperkenalkan kurikulum baru, dan mempersiapkan buku pengangan bagi guru untuk menjelaskan tujuan pelajaran, cara mengajarkan, serta cara membangkitkan dan mempertahankan minat siswa pada beberapa pelajaran sebagai materi latihan tanpa harus meninggalkan tugas mengajar.

Berbagi perubahan yang dilakukan dalam pendidikan ini pada akhirnya mempersiapkan siswa untuk masuk kejenjang lanjutan serta menjadi tenaga kerja yang nantinya dapat mengisi posisi dalam dunia industri.

 

B.      Pendidikan Tinggi Mesir

Berangkat dari sebuah permasalahan yang ada kemudian menjadikan sebuah tekanan politik di tingkat universitas adalah salah satu indikasi perhatian pemerintah baru dalam pendidikan tinggi yang dalam banyak kesempatan menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam tujuan nasional.

Dalam perjalananya Al-azhar menjadi sebuah lembaga yang dipolitisasi oleh kebijakan pemerintah pada tahun 1961. Yang mana al-azhar sebagai lembaga yang hanya sangat konservatif mulai dimasuki dengan pendidikan gaya modern yang mencobah untuk menyingkirkan sebuah kesenjangan, sehingga  lulusan al-azhar dengan lembaga lain dapat menikmati pendidikan dan peluang kerja yang sama.

Al-azhar menjadi sebuah institusi yang modern dengan pengajar dan pengelola baru. Kekuasaan bealihkan dari golongan konservatif ke orang-orang pemerintahan yang diangkat dan posisinya diperkuat dengan ditambahnya beberapa fakultas baru pada tahun 1968 seperti, hukum, teknik mesin, kedokteran, bisnis dan administrasi, dst, yang kesemuanya dalam pengajarannya menggunakan bahasa inggris.

Selain itu pemerintah menyediakan subsisi silang dengan memberikan beasiswa bagi siswa yang tidak mampu untuk melanjutkan kejenjang perguruan tinggi ini, selain itu pemerintah juga mengizinkan siswa luar yang ingin menimbah ilmu diinstitusi-institusi yang ada di mesir, termasuk al-azhar.

Ledakan jumlah siswa yang diterima sejak tahun 1950 telah mengakibatkan kurangnya tenaga pengajar yang bermutu dan beban mereka menjadi berlebihan dan bersama dengan itu membawah akibat yang patut disayangkan pada mutu pendidikan. Selain mutu pendidikan, kesejahteraan guru-guru yang ada pun kurang begitu diperhatikan sehingga banyak guru yang mencari tambahan dengan bekerja diluar jam pelajaran.

Sehingga untuk memperoleh pendidikan dengan mutu yang baik masih jauh dari harapan, jadi tidak heran kalaulah lulusan yang ada minim pengalaman dalam dunia kerja.

 

C.      Pendidikan mesir dewasa ini

Kerjasama pendidikan antara mesir dengan negara-negara arab dipermudah hanya karena persamaan bahasa dan budaya mereka, melainkan juga persamaan aspek struktur dan fungsional dalam pendidikan dunia arab. Secara administratif, struktur pendidikan di seluru negara tersebut nyaris sama. Terlepas dari beberapa variasi yang lebih detail, persamaan pola itu adalah salah satu sentralisasi yang luar biasa, kementerian pendidikan memberlakukan pengawasan yang nyaris dictator terhadap seluru aspek pendidikan. Secara umum semua memiliki tenggung jawab utama dalam menggelolah dan pengawasan, serta pemeliharaan sarana.

Desentralisai dalam dunia pendidikan yang terjadi pada negara-negara arab khusunya mesir ini tidak membawah hasil seperti yang diharapkan. Pola lazimnya adalah lembaga regional yang baru akan menjadi replica (tiruan) lembaga nasional dan fungsinya dengan cara yang sama. Karena itu dalam prakteknya badan-badan setempat memperhatikan persamaan prilaku; mereka cenderung memusatkan wewenang di tangannya dan secara membuta melaksanakan perintah dan aturan menteri pendidikan. Mereka jarang menunjukkan insiatif untuk memenuhi kebutuhan setempat, menyesuaikan kebijakan nasional dengan keterbatasan setempat, atau melibatkan penduduk setempat dalam proses pendidikan.

Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan yang terjadi di negara-negara arab. Baik dalam hal kualitas dan kuantitas pendidikan antara sekolah yang ada di desa dan kota. Kualitas sekolah di desa hampr selalu lebih rendah dari kota dan seringkali memberikan pelajaran kelas satu sampai empat, sedangkan sekolah yang menawarkan sampai kelas enam hanya terbatas, sehingga mereka yang harus pindah sekolah kalau ingin lulus. Untuk pindah harus membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga banyak anak yang putus sekolah.

Hal ini juga terjadi pada pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi, sehingga hal ini menjadi sebuah proyek yang bersifat ambisi pribadi untuk masuk pada pendidikan yang lebih tinggi tanpa memandang latar belakang lembaga pendidikan itu, baik dari segi fasilitas maupun SDM.

Sehingga dapat dicirikan pendidikan di negara-negara arab, antara lain;

1.       1. Pertumbuhan minat tidak diimbangi dengan tenaga pengajar yang bermutu.

2.       2. Minimnya upah yang diberikan pada Profesor, sehingga tidak menjadi hal yang tabuh kalau professor mencari tambahan lain selain mengajar.

3.       3. Pendidikan tinggi masih secolastis (terpaku pada pelajaran dikelas), dan mutunya sangat rendah.

4.       4. Struktur administrasi yang belum terrencana dengan baik.

5.       5. Universitas berinteraksi secara erat dengan masyarakat tempat menjadi bagianya.

6.       6. Universitas arab adalah lembaga pendidikan yang terpenting; penelitian hanya dapat dilakukan di perguruan tinggi.

7.       7. Gengsi universitas di kalangan mahasiswa tinggi, sedangkan di kalangan pengajar sebaliknya. 

Secara umum ketidakmampuan untuk menyesuaikan out put dengan kebutuhan SDM, inilah yang menyebabkan banyaknya cendekiawan yang ada memilih untuk hijrah demi memperoleh kehidupan yang layak.

ANALISIS KETERKAITAN KTSP DENGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KHUSUSNYA PADA PAI DI SD

ANALISIS KETERKAITAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DENGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KHUSUSNYA PADA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD

Oleh: M. Suradji

A.    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Standar Nasional Pendidikan dan Pendidikan Agama Islam

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1] Sedangkan standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, standar kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Pada pengembangan KTSP SD, juga mengacu pada tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dirumuskan mengacu pada tujuan umum pendidikan, visi, misi dan tujuan sekolah. Adapun tujuan umum pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.  Mengacu pada tujuan umum tersebut, dapat dijabarkan tujuan pendidikan sebagai berikut:

1      Meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia

2      Meningkatkan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik,

3      Membekali peserta didik dengan pengetahuan yang memadai agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

4      Mengembangkan keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberi kontribusi bagi pengembangan daerah

5      Mendukung pelaksanaan pembangunan daerah dan nasional

6      Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

7      Mendukung peningkatan rasa toleransi dan kerukunan antarumat beragama

8      Mendorong peserta didik agar mampu bersaing secara global sehingga dapat hidup berdampingan dengan anggota masyarakan bangsa lain

9      Mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

10  Menunjang kelestarian dan keragaman budaya

11  Mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender

12  Mengembangkan visi, misi, tujuan sekolah, kondisi, dan ciri khas sekolah

Adapun visi SD mencakup ”3 Ter”, yaitu ”Terdepan, Terbaik, Terpercaya”. Dalam mewujudkan visi sekolah tersebut, berbagai pembenahan telah dilakukan, di antaranya; 1). pembenahan sarana dan prasarana; 2). pembenahan administrasi; 3).pembenahan mental guru, karyawan, dan peserta didik. Untuk mencapai visi sebagai sokolah yang terdepan, terbaik, dan terpercaya, perlu dilakukan suatu misi berupa kegiatan jangka panjang dengan arah yang jelas dan sistematis. Oleh sebab itu perlu merumuskan misi SD. Berikut misi SD yang dirumuskan berdasarkan visi sekolah: 

1      Menyiapkan generasi yang unggul di bidang imtak dan iptek;

2      Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama sehingga terbangun insan yang cerdas, cendekia, berbudi pekerti luhur, dan berakhlak mulia;

3      Membentuk sumber daya manusia yang aktif, kreatif, inovatif, dan berprestasi sesuai dengan perkembangan zaman;

4      Membangun citra sekolah sebagai mitra terpercaya di masyarakat;

5      Melaksanakan pembelajaran yang efektif;

6      Menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan belajar siswa untuk mendukung pengembangan potensi peserta didik agar berkembang secara optimal;

7      Memberikan jaminan pelayanan yang prima dalam berbagai hal untuk mendukung proses belajar dan bekerja yang harmonis dan selaras.

Berdasarkan  dengan tujuan umum pendidikan, visi, dan misi sekolah, maka dapat dijabarkan tujuan SD yang diantaranya adalah:

1.    Terdepan, terbaik, dan terpercaya dalam hal ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2.    Terdepan, terbaik, dan terpercaya dalam pengembangan potensi, kecerdasan, dan minat.

3.    Terdepan, terbaik, dan terpercaya dalam perolehan nilai UAN.

4.    Terdepan, terbaik, dan terpercaya dalam persaingan masuk jenjang SMP dan MTs.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 6 Ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:1)  kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 3) kelompok mata pelajaran estetika; 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.[2]

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan   bertakwa kepada Tuhan Yang  Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan daripendidikan agama. Pendidikan agama, khususnya Pendidikan Agama Islam adalah. Pendidikan Agama Islam terdiri dari beberapa ruang lingkup PAI diantaranya adalah; 1) Al-Qur’an dan Hadits; 2) Aqidah; 3) Akhlak; 4) Fiqih; 5) Tarikh dan Kebudayaan Islam.[3]

Berdasarkan uraian penulis di atas, maka dengan sepintas bahwa perumusan KTSP dengan Standar Nasional Pendidikan sangat erat kaitannya. Adapun secara jelas, maka penulis akan menguraikan satu persatu kerterkaitan KTSP dengan beberapa (4) standar nasional yang  (standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, dan standar penilaian) pendidikan, khususnya pada PAI di SD:

1.         Analisis Keterkaitan KTSP (PAI SD) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tentang Standar Isi dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tentang Standar Isi tentang Standar Kompetensi Lulusan

 Berdasarkan panduan penyusunan KTSP SD, struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, maka  dalam Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006  tentang Standar Isi dijelaskan beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar PAI.

Standar Kompetensi dan kompetensi PAI yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dikembangkan sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan tang tertera dalam dalam Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Adapun Standar Kompetensi Lulusan kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak di SD meliputi:

a.    Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak

b.    Menunjukkan sikap jujur dan adil

c.    Mengenal keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya

d.   Berkomunikasi secara santun yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan

e.    Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang sesuai dengan tuntunan agamanya

f.     Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Jika merujuk pada Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tentang Standar Isi dijelaskan bahwa Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar (SD) diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul  dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global. Dari sini maka,  Pendidikan Agama Islam di SD bertujuan untuk:

a.    menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;

b.    mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama  dan berakhlak mulia  yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

Pendidikan Agama Islam terdiri dari beberapa ruang lingkup PAI diantaranya adalah; 1) Al-Qur’an dan Hadits; 2) Aqidah; 3) Akhlak; 4) Fiqih; 5) Tarikh dan Kebudayaan Islam.[4]

2.         Analisis Keterkaitan KTSP (PAI SD) dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2008 tentang Standar Proses

Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan khususnya pada Pendidikan Agama Islam di SD mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2008 tentang Standar Proses. Disinilah maka nampak sangat jelas adanya keterkaitan KTSP dengan Standar Nasional Pendidikan yaitu  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2008 tentang Standar Proses. Adapun berdasarkan Standar Proses  tersebut, maka implementasi pendidikan Perencanaan  Pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

a.     Perencanaan  Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Komponen dokumen KTSP salah satunya adalah silabus dan RPP. Perencanaan pembelajaran PAI meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Adapun sebagai acuan dalam pengembangan SK/KD yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi atau Peraturan Menteri Agama Republik Indonesi Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar kompetensi lulusan dan Standar Isi.

b.    Pelaksanaan Pembelajaran pendidikan Agama Islam

                        Pelaksanaan pembelajaran PAI merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti dilakukan secara sistematis melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Sedangkan kegiatan penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut.

c.     Penilaian Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

                        Penilaian hasil pembelajaran PAI dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dan terprogram dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dana atau produk, portofolio dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

d.   Pengawasan Proses Pembelajaran pendidikan Agama Islam

Pengawasan proses pembelajaran PAI dilakukan denga beberapa langkah yaitu: pemantauan, supervisi dan evaluasi. Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, wawancara dan dokumentasi, dan kegiatan ini dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.

              Supervisi proses pembelajaran juga dilaksanakan  pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan dan konsultasi, dan kegiatan supervisi itu dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran PAI  dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran PAI. Adapun evaluasi pembelajaran diselenggarakan dengan cara yaitu; membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses, mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru. Kegiatan evaluasi proses pembelajaran ini memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.[5]

3.         Analisis Keterkaitan KTSP (PAI SD) dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian.

Dalam panduan KTSP SD dijelaskan bahwa Kenaikan kelas di SD dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait. Adapun kriteria Kenaikan Kelas SD adalah:

a.    Nilai rapor diambil dari nilai pengamatan, nilai harian, nilai tugas/PR, nilai tes tengah semester, dan nilai tes akhir semester dijumlahkan untuk mencari nilai rata-rata setiap siswa dalam satu mata pelajaran, yang sesuai dengan standar ketuntasan belajar (SKB) di SD.

b.     Nilai rapor di kelasnya masing-masing.

Kriteria Kelulusan SD adalah: 

a.     Memiliki rapor kelas VI;

b.    Telah mengikuti ujian sekolah dan memiliki nilai untuk seluruh mata pelajara yang diujikan, menimal nilai masing-masing mata pelajaran 6,00.

Seiring dengan adanya kriteria kenaikan kelas dan kriteria kelulusan yang ada dalam dokumun KTSP SD, maka Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian dijelaskan bahwa  Penilaian hasil belajar peserta didik  kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/madrasah.

           Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan. Berikut ini tabel dimensi dan indikator sebagai rambu- rambu penilaian akhlak

No

Dimensi

Indikator

1

Disiplin

Datang dan pulang tepat waktu

mengikuti kegiatan dengan tertip

2

Bersih

Membuang sampah pada tempatnya

Mencuci tangan sebelum makan

Membersihkan tempat kegiatan

Merawat kebersihan diri

3

Tanggungjawab

Menyelesaikan tugas pada waktunya

Berani menanggung resiko

4

Sopan Santun

Berbicara dengan sopan

Bersikap hormat pada orang lain

Berpakaian sopan

Berposisi duduk yang sopan

5

Hubungan Sosial

Menjalin hubungan baik dengan guru

Menjalin hubungan baik dengan sesama teman

Menolong teman

Mau bekerjasama dalam kegiatan yang positif

 

 

 

6

Jujur

Menyampaikan pesan apa adanya

Mengatakan apa adanya

Tidak berlaku curang

7

Pelaksanaan ibadah ritual

Melaksanakan sembahyang

Menunaikan ibadah puasa

Berdoa

                         

              Rambu-rambu tersebut di atas dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi guru mata pelajaran agama dan guru mata pelajaran lain. Bagi guru mata pelajaran lain hasil pertimbangan diberikan kepada guru Agama terutama mengenai perilaku yang benar-benar menyimpang yang dilakukan berulang-ulang oleh peserta didik.

Berdasarkan analisis keterkaitan tersebut, maka penulis menarik kesimpulan bahwa dalam pengembangan Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan khususnya di SD pada mata Pelajaran Pendidikan  Agama Islam, seorang guru harus benar- benar memahami standar nasional pendidikan  yang terdiri dari 8 standar. Akan tetapi dari 8 standar nasional pendidikan tersebut, dalam perumusna KTSP yang paling utama utuk dikaji adalah standar isi dan standar kompetensi lululusan yang sebagai bahan acuan perumusan kurikulum. Adapun dalam implementasi KTSP harus memahami standar proses, dan standar penilaian sebagai bahan acauan penilaian pendidikan. Adapun berapa standar nasional yang lainya (standar tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan) dalam penulis tidak membahasnya.

 



[1] Undang- Undang Republik indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan. 

[2]Karsidi. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD dan MI (Solo: Tiga Serangkai Pusat Mandiri, 2007), 2.

[3]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Lampiran I, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SDLB, 2

[4]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Lampiran I, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SDLB, 2

[5] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, 7- 20.